Ketika perang usai, Dzeko tak perlu takut lagi tertembak di jalan atau terkena bom. Ayahnya mendaftarkannya ke klub lokal, Zeljeznicar dan ia bermain sebagai gelandang di sana. Saat remaja pun postur badannya sudah jauh lebih tinggi dari rekan-rekannya. Fisiknya yang menjulang membuat dirinya lamban di lapangan dan mendapat julukan ?Kloc?, sebutan lokal untuk tiang lampu.
Dzeko digeser bermain ke depan sebagai striker tapi performanya tidak juga membaik. Sepakbola Bosnia mengagungkan permainan cepat, dribble, dan passing. Dzeko yang menjulang tinggi tidak mempunyai kecepatan sebagai aset utamanya. Di Zeljeznicar ia menjadi olok-olokan.
Tidak ada tempat untuk striker yang tidak bisa menggocek melewati bek-bek lawan dan mencetak gol. Dzeko membuat rekan setim, fans, dan para petinggi klub frustrasi.
Maka ketika pelatih Zeljeznicar waktu itu, Jiri Plisek pulang kampung ke Republik Czech dan ingin memboyong Dzeko, para eksekutif klub pun tertawa kegirangan. Salah satu direktur mengatakan bahwa uang 25.000 Euro yang mereka dapatkan dari penjualan Dzeko seperti memenangi lotere.
Dzeko bermain di Czech bersama Teplice dan akhirnya ia berada di sebuah klub yang tahu bagaimana cara mengakomodasi kelebihan fisiknya. Ia menjadi topskor di Liga Czech yang membuat pelatih Wolfsburg tahun 2007, Felix Magath tertarik dan membelinya dengan harga 4 juta Euro. Para direktur Zeljeznicar sudah pasti tak tertawa saat mereka mendengar berita tersebut.
Tahun kedua Dzeko di Wolfsburg adalah sebuah annus mirabilis ? tahun penuh mukjizat. Wolfsburg mematahkan dominasi Bayern Muenchen dan menjuarai Bundesliga. Partnershipnya dengan Grafite tercatat sebagai duo striker tersukses dalam sejarah liga tersebut. Dzeko finis sebagai top skor nomor 2 Bundesliga di belakang Grafite musim itu. Dzeko terpilih sebagai pemain terbaik Bundesliga pilihan para pemain musim itu.
Tak lama, Manchester City memboyongnya ke Inggris dan menjadikan Dzeko sebagai pemain termahal kedua dalam sejarah klub tersebut setelah Robinho. Di Inggris ia mendapatkan exposure yang lebih besar dari yang ia dapatkan di Jerman. Tapi di sinilah opini banyak orang terbagi mengenai Dzeko.
Apakah ia striker yang bisa diandalkan sebagai poacher? Apakah ia terlalu lambat? Apakah ia lebih baik dimainkan sebagai super-sub? Apakah ia bisa bersaing dengan Carlos Tevez dan Sergio Aguero di Man City?
Pertanyaan seperti ini lumrah saja. Bahkan anda sendiri bisa menilai bahwa Tevez dan Aguero lebih menarik perhatian di lapangan dibanding dengan Dzeko yang terlihat kaku. Tapi postur fisik Dzeko kerap kali mengaburkan penilaian orang terhadap dirinya. Memang benar bahwa power adalah fitur utamanya, tapi Dzeko sendiri juga memiliki kemampuan teknis yang hebat sebagai kompensasi atas minimnya kecepatan. Jonathan Wilson mengatakan saat sedang mood, Dzeko adalah seorang pembunuh mematikan.
Dzeko sendiri mengakui bahwa ia sering inkonsisten, tapi ia juga mengedepankan bahwa itu diakibatkan karena ia tidak mendapat tempat reguler di tim. Tapi beberapa gol yang dicetaknya sebagai pemain pengganti adalah gol-gol vital bagi City. Ia mencetak 2 gol dalam kemenangan 6-1 yang fenomenal melawan Man United musim lalu. Dzeko juga yang menyamakan kedudukan di pertandingan melawan QPR yang menentukan itu.
Tapi Dzeko menolak label sebagai super-sub dan tak pernah menginginkan untuk menjadi super-sub. Catatan statistik mendukung pernyataan Dzeko. Lebih dari 20 gol yang dicetak Dzeko untuk City datang saat ia bermain sebagai starter. Ini menggambarkan bahwa kontribusi Dzeko saat dimainkan sebagai starter sama dampaknya dengan saat ia dimainkan sebagai pemain pengganti.
Bukan kebetulan juga jika Dzeko adalah top skor sementara City di liga musim ini dengan 10 gol. Aguero yang lebih sering bermain sebagai starter hanya mencetak 8. Tevez hanya 7. Mario Balotelli yang gegap gempita itu baru mencetak 1 gol saja.
Maka apa pun yang orang katakan mengenai Dzeko, bagi saya ia adalah accomplished striker. Tipikal poacher bertenaga yang bisa meneror pertahanan lawan dengan kekuatan fisiknya dan kerap berada di tempat yang tepat dengan timing yang tepat untuk mencetak gol.
Usai mencetak gol melawan Arsenal beberapa hari lalu, Dzeko menunjukkan tulisan di kaus dalamnya, ?Za mohe mahalce?, yang kira-kira artinya ?For friends from my neighborhood?. Ia masih mengingat teman-temannya saat berlarian di jalanan Sarajevo dulu saat hujan bom berjatuhan dan mereka harus berlindung di dalam bunker.
Sekarang ?Kloc?, si tiang lampu itu sudah berubah menjadi tiang beton yang mengibarkan kejayaan bangsanya. Dulu di dekade 90-an, timnas Bosnia berkeliling dunia usai perang sembari menjadi diplomat olahraga negara tersebut kepada negara-negara lain. Sekarang, Edin Dzeko tak ubahnya seorang duta besar yang menjadi juru bicara Bosnia kepada dunia lewat permainannya di lapangan.
Pangeran Siahaan | beritasatu.com
Sejauh ini belum ada diskusi yang masuk. Mulailah berdiskusi dan temukan teman-teman barumu.